Wajib Baca! Aku Menatap Pedang Di Tanganmu, Tapi Tak Pernah Ingin Menangkis

Aku Menatap Pedang di Tanganmu, Tapi Tak Pernah Ingin Menangkis

Lorong istana berkabut, sunyi senyap. Hanya suara tetesan air yang memecah kesunyian, seolah air mata langit yang tak pernah kering. Obor-obor redup di dinding menari-nari, bayangannya memanjang dan menakutkan, menciptakan ilusi bahwa setiap sudut menyimpan rahasia.

Dia berdiri di ujung lorong, siluetnya tegak lurus melawan remang cahaya. Wajahnya tersembunyi dalam kegelapan, namun aura dinginnya terasa menusuk tulang. Dulu, dia dikenal sebagai Pangeran Lian, putra mahkota yang menghilang sepuluh tahun lalu, dinyatakan tewas dalam pemberontakan berdarah. Kini, dia kembali.

Di hadapannya, berdiri seorang pria dengan pedang di tangan. Kaisar Xuan, adik laki-lakinya, yang menggantikan posisinya setelah kepergiannya. Pedang itu berkilau dingin, memantulkan cahaya obor, seolah menanti untuk mencabut nyawa.

"Lian…" bisik Kaisar Xuan, suaranya bergetar. "Kau… kau masih hidup?"

Pangeran Lian melangkah maju, perlahan, anggun bagai serigala yang mengintai mangsanya. "Hidup? Atau sekadar bayangan masa lalu yang kembali menghantui?"

Kaisar Xuan menggenggam pedangnya erat-erat. "Kenapa kau kembali? Untuk menuntut tahta? Untuk membalas dendam?"

Pangeran Lian berhenti tepat di hadapan adiknya. Matanya, yang dulu penuh kehangatan, kini sedingin es. "Aku tidak menginginkan tahta, Xuan. Kekuasaan hanyalah ilusi. Dendam? Itu terlalu sederhana untuk menjelaskan tujuanku."

"Lalu… apa yang kau inginkan?" tanya Kaisar Xuan, napasnya tercekat.

Pangeran Lian tersenyum tipis, senyum yang tidak mencapai matanya. "Aku ingin kebenaran. Kebenaran tentang malam itu, tentang pengkhianatan, tentang darah yang tertumpah. Kebenaran yang kau kubur dalam-dalam, di balik jubah kekaisaranmu."

Kaisar Xuan terdiam. Matanya berkilat panik. "Aku… aku tidak mengerti apa yang kau katakan."

Pangeran Lian mengulurkan tangannya, menyentuh pipi Kaisar Xuan dengan lembut. Sentuhan yang dulu penuh kasih sayang, kini terasa bagai sentuhan kematian. "Jangan berbohong padaku, Xuan. Aku tahu kau tahu. Aku SELALU tahu."

"Kenapa kau tidak menangkis pedangku, Lian?" tanya Kaisar Xuan, suaranya hampir tak terdengar.

Pangeran Lian menatap pedang di tangan adiknya. "Karena aku tahu, kau tidak akan pernah berani menusukkannya padaku." Dia mendekat, berbisik di telinga Kaisar Xuan, "Karena kau tahu, aku yang menciptakan pemberontakan itu. Aku yang menempatkanmu di tahta. Dan aku yang membiarkanmu hidup."

Kaisar Xuan terhuyung mundur, pedangnya jatuh ke lantai dengan bunyi berdentang keras. Ekspresinya kosong, wajahnya pucat pasi.

Pangeran Lian tersenyum. Senyum kemenangan yang mengerikan.

"Kau pikir aku korban?" bisiknya, kemudian berbalik dan menghilang ke dalam kabut lorong.

Kaisar Xuan tersungkur di lantai, tatapannya kosong. Dia menggumamkan satu kata yang menggema dalam kesunyian: "Boneka…"

You Might Also Like: Today Is National Catfish Day

Post a Comment