Aku Berlutut di Hadapanmu, Tapi Hatiku Menolak Tunduk
Malam itu, rembulan menggantung rendah, memantulkan cahayanya yang pucat pada lantai marmer istana. Suara guqin yang dimainkan oleh dayang istana terdengar lirih, melukiskan kesedihan yang mendalam, persis seperti hatiku. Di hadapan Kaisar Li Wei, aku berlutut. Kepala tertunduk dalam, menyembunyikan amarah yang membara di balik ketenangan palsu.
"Permaisuri Xiao Rou," suara Kaisar memecah kesunyian. "Kau telah bersalah karena kelalaian besar. Bukti telah ditemukan. Kau tahu hukuman untuk ini."
Kelalaian besar. Begitu ia menyebutnya. Padahal, aku tahu betul siapa dalang di balik semua ini. Selir Mei Lin, dengan senyum manisnya yang mematikan. Ia yang meracuni teh ibunda suri, dan aku, sebagai permaisuri yang bertanggung jawab atas keselamatan seluruh istana, dituduh bersalah.
Aku memilih DIAM. Bukan karena aku lemah. Bukan karena aku takut. Aku menyimpan RAHASIA. Sebuah rahasia yang jika terungkap, akan mengguncang seluruh kekaisaran. Sebuah rahasia tentang siapa sebenarnya Kaisar Li Wei.
Bertahun-tahun aku menjadi istrinya, bertahun-tahun aku menyaksikan kekejaman dan ambisinya yang tak terbatas. Tapi aku tetap di sisinya, mengumpulkan bukti, merencanakan strategi. Balas dendamku bukan dengan pedang atau racun. Balas dendamku adalah dengan MEMBIARKAN TAKDIR BERMAIN.
Aku menerima hukuman itu dengan lapang dada. Penurunan status menjadi selir rendahan, pengasingan ke paviliun terpencil. Di sana, aku menjalani hari-hari dengan tenang, merawat tanaman obat, dan membaca kitab-kitab kuno.
Sementara itu, istana dilanda intrik dan perebutan kekuasaan. Selir Mei Lin semakin merajalela, namun kesombongannya membuatnya lengah. Ia mulai melakukan kesalahan-kesalahan kecil, yang perlahan namun pasti, membongkar kedoknya sendiri.
Dan di sinilah misteri itu muncul: lukisan naga emas yang hilang dari kamar Kaisar. Sebuah lukisan yang konon menyimpan IDENTITAS SEJATI sang Kaisar.
Beberapa bulan kemudian, badai besar melanda kekaisaran. Sungai meluap, menghancurkan panen, dan membuat rakyat menderita. Kaisar Li Wei, yang selama ini dianggap sebagai putra mahkota yang sah, gagal mengatasi krisis ini. Rakyat mulai meragukannya.
Lalu, kebenaran terungkap. Lukisan naga emas itu ditemukan di paviliun Selir Mei Lin. Di baliknya, terdapat surat wasiat dari mendiang Kaisar yang menyatakan bahwa Li Wei bukanlah pewaris tahta yang sah. Ia adalah anak haram dari seorang selir rendahan.
Selir Mei Lin, yang berusaha merebut tahta untuk suaminya, telah mengungkap rahasia yang selama ini aku simpan rapat.
Kaisar Li Wei jatuh. Tahtanya direbut. Selir Mei Lin dihukum mati. Aku, yang dulunya Permaisuri Xiao Rou, menyaksikan semua itu dari kejauhan.
Aku tidak melakukan apa pun. Aku hanya MEMBIARKAN TAKDIR BERBICARA.
Dan kini, aku berdiri di tepi jurang, menyaksikan Kaisar Li Wei yang telah kehilangan segalanya, menatapku dengan tatapan penuh penyesalan. Ia tahu, aku yang telah merencanakan semua ini. Bukan dengan kekerasan, melainkan dengan kesabaran dan kecerdasan.
Aku membalas tatapannya dengan senyum tipis.
"Dulu, aku berlutut di hadapanmu. Sekarang, kau yang berlutut di hadapan TAKDIRMU sendiri."
Aku berbalik dan berjalan pergi, meninggalkan Kaisar Li Wei dalam kesunyian. Di belakangku, aku mendengar suara guqin yang semakin lirih, seolah meratapi kehancuran sebuah kekaisaran.
Aku tidak merasa bahagia. Aku hanya merasa lega. Beban yang selama ini kupikul, akhirnya terlepas.
Tapi… apakah ini akhir dari segalanya?
Tidak. Karena sebelum aku pergi, aku tahu... ia MASIH menyimpan satu rahasia lagi.
You Might Also Like: 7 Fakta Mimpi Dikejar Kelelawar Jangan
Post a Comment