Dracin Terbaru: Bayangan Yang Membisikkan Nama Di Tidurku

Langit Kota Terlarang malam itu kelabu, persis seperti hatiku. Atau, mungkin, hatiku yang menulari langit dengan kegelapan. Di balik gaun sutra zamrud yang gemerlap, aku berdiri, menatap pantulan diriku di danau buatan istana. Sosok anggun, tenang, nyaris tak tersentuh. Padahal, di dalamnya, badai berkecamuk.

Dulu, bayanganmu selalu menemaniku. Sekarang, hanya bisikan yang tersisa. Bisikan lemah yang menyebut namamu di setiap malam, merobek sisa-sisa pertahananku. Dulu, aku terjaga oleh senyummu yang menghangatkan. Sekarang, aku terbangun oleh kenyataan pahit: senyum itu menipu.

Cinta. Kata itu dulu begitu manis di lidahku, aroma bunga persik di musim semi. Sekarang, ia terasa seperti racun. PELUKANMU, dulu tempatku berlindung, kini kurasakan seperti jeratan yang mencekik. Janji-janji yang kau ucapkan, dulu bintang-bintang penuntun, kini berubah menjadi BELATI yang menghujam jantungku.

Aku ingat malam itu, di paviliun bulan purnama. Kau bersumpah hanya akan mencintaiku, selamanya. Selamanya ternyata hanya seumur mekarnya bunga serunai. Matamu yang dulu berbinar saat menatapku, kini memancarkan kilau dusta yang begitu kentara.

Aku tidak menangis. Seorang putri, apalagi seorang permaisuri, tidak boleh menangis. Air mata hanya akan mengaburkan pandangan, sementara aku harus melihat dengan jelas. Aku harus melihat bagaimana kau menghancurkan segalanya. Aku harus belajar untuk menyembunyikan kepedihan di balik senyum anggunku.

Kepalaku tertuju pada sosok yang mendekat. Dia, selir kesayanganmu, Li Wei. Wajahnya pucat, matanya sembab. Ia tahu. Ia tahu bahwa aku tahu. Ia tahu bahwa permainannya akan segera berakhir.

"Permaisuri," bisiknya gemetar, mencoba menyembunyikan senyum kemenangan yang terpancar di matanya.

Aku hanya tersenyum tipis. "Li Wei, kau sangat cantik malam ini. Sayangnya, kecantikanmu tidak akan bertahan lama."

Tidak ada darah. Tidak ada jeritan. Tidak ada pemenggalan. Hukuman baginya adalah KAU. KAU yang akan menyesalinya. KAU yang akan terbangun di setiap malam dengan bayang-bayang Li Wei dan bisikan namaku. KAU yang akan hidup dengan penyesalan abadi, sementara aku melanjutkan hidup dengan ketenangan palsuku.

Keesokan paginya, sang Kaisar menemukan Li Wei telah menghilang. Tidak ada jejak. Tidak ada petunjuk. Hanya aroma lily yang tertinggal di kamarnya, parfum kesukaanku.

Aku berdiri di balkon istana, menatap matahari terbit. Warnanya merah keemasan, indah sekaligus menakutkan. Aku tahu, aku telah melakukan sesuatu yang tidak akan pernah bisa kuubah. Aku telah menodai tanganku, bukan dengan darah, tapi dengan racun penyesalan.

Aku menghela napas panjang. Mungkin, satu-satunya hiburanku adalah membayangkan wajahmu, dipenuhi dengan penyesalan. Pembayaran hutang yang manis... sekaligus pahit.

Cinta dan dendam lahir dari tempat yang sama, bukan? Dan kini, aku bertanya-tanya, manakah yang lebih kuat bersemayam di dalam diriku...

You Might Also Like: Rahasia Dibalik Arti Mimpi Menemukan

OlderNewest

Post a Comment