Ia Menyebut Namaku Di Komentar Lama Yang Viral Lagi
Hujan abu mengguyur Kota Terlarang yang sunyi. Di balik jendela Istana Timur, Li Wei menggenggam erat cangkir porselen. Uap teh mengepul, menutupi wajahnya yang pucat. Sebuah video viral sedang menguasai seluruh negeri: komentar lama, tertanggal sepuluh tahun lalu, dengan nama BAHAYANGKU tercetak tebal di sana. Nama itu...nama Xu Mei, teman masa kecilnya, belahan jiwanya, dan kini...musuh bebuyutannya.
"Wei," suara serak memecah keheningan. Xu Mei berdiri di ambang pintu, siluetnya diterangi cahaya rembulan. Gaun brokatnya berkilauan, namun matanya menyimpan kegelapan yang sama kelamnya dengan malam. "Kau tahu mengapa aku di sini."
Li Wei memutar cangkir di tangannya. "Memang. Untuk mengakhiri apa yang kita mulai dulu, bukan?" Nada suaranya datar, tanpa emosi. Dulu, mereka adalah dua anak yatim piatu yang saling menemukan di lorong-lorong kumuh. Mereka berjanji akan saling melindungi, mengangkat derajat satu sama lain. Li Wei, dengan otaknya yang brilian, dan Xu Mei, dengan kecantikannya yang memukau, menjadi kekuatan yang tak terhentikan. Mereka mendaki tangga kekuasaan bersama, Li Wei di belakang layar, Xu Mei di garis depan, menaklukkan hati para jenderal dan menteri.
"Dulu kita berjanji akan saling membantu," Xu Mei melangkah maju, tatapannya tajam seperti belati. "Kau tahu, Wei, aku selalu memegang janjimu. Lalu… kau mengkhianatiku."
Li Wei tertawa hambar. "Pengkhianatan? Kau lupa siapa yang membocorkan rencanaku pada Kaisar? Kau yang membuat ayahku dieksekusi di depan mataku!" Setiap kata terucap bagai racun.
"Ayahmu adalah seorang pengkhianat, Wei! Ia berencana menggulingkan Kaisar! Aku MELINDUNGIMU!" Xu Mei berteriak, amarah membakar matanya.
"Melindungiku dengan menusukku dari belakang?!" Li Wei bangkit berdiri, suaranya menggema di ruangan. "Kau menikahi Jenderal Zhao, menggunakan pesonamu untuk mengumpulkan informasi tentangku. Kau menyebarkan rumor tentangku, membuatku terlihat sebagai ancaman bagi tahta! Jangan berani-berani kau menyebut pengkhianatan!"
Hening. Hanya deru angin yang terdengar di luar. Xu Mei mendekat, senyum tipis terukir di bibirnya. "Kau selalu lebih pintar dariku, Wei. Tapi kau selalu lupa satu hal: aku lebih BERANI."
Di tangan Xu Mei, tiba-tiba muncul belati berkilauan. Li Wei mundur selangkah. "Apa yang kau rencanakan?"
"Balas dendam, Wei. Untuk semua kebohongan, semua rahasia, semua kesempatan yang kau rampas dariku."
Pertempuran terjadi singkat namun brutal. Dua bayangan menari di bawah cahaya rembulan, pedang dan belati beradu dalam simfoni kematian. Akhirnya, Xu Mei berhasil melukai Li Wei. Ia terhuyung mundur, darah mengalir di dadanya.
Xu Mei berlutut di hadapannya, menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. "Kau tahu, Wei, aku selalu mencintaimu. Bahkan ketika aku membencimu."
Li Wei tersenyum pahit. "Cinta? Itu hanyalah topeng untuk menutupi ambisimu yang tak terbatas." Ia terbatuk, darah memuncrat dari mulutnya. "Aku tahu rahasiamu, Xu Mei. Rahasia yang akan menghancurkanmu."
Xu Mei membeku. Matanya melebar. "Apa...apa yang kau bicarakan?"
"Kau... bukan... putri... yang hilang... dari Kerajaan Bulan. Kau... adalah..." Li Wei terengah-engah, mencoba menyelesaikan kalimatnya.
Namun, sebelum ia dapat mengungkapkan kebenaran, Xu Mei menikamnya sekali lagi, tepat di jantungnya.
Li Wei tersungkur ke lantai, matanya menatap langit-langit istana. Xu Mei berdiri di atasnya, belati berlumuran darah di tangannya.
"Semua yang kau tahu adalah kebohongan, Wei," bisik Xu Mei, air mata mengalir di pipinya. "Dan aku... aku terpaksa melakukan ini."
Xu Mei membersihkan belatinya, lalu menghilang ke dalam malam, meninggalkan Li Wei tergeletak di sana, sendirian dalam kematiannya. Sebelum kesadarannya benar-benar hilang, Li Wei berbisik, sebuah pengakuan terakhir yang tak akan pernah didengar siapa pun: "...Aku selalu tahu, aku akan mati demi dia..."
You Might Also Like: Jualan Skincare Bisnis Rumahan Kota
Post a Comment