TOP! Aku Menatapmu Dari Balkon Istana, Tapi Di Bawah Sana Darah Masih Mengalir

Darah.

Merah pekat membasahi jalanan batu, menodai mimpi yang pernah kurajut dengan benang emas. Obor-obor berkedip, menari-nari seperti roh penasaran, menerangi wajah-wajah yang dipenuhi amarah dan kesedihan. Aroma anyir memenuhi udara, menyengat hidung dan membangkitkan kenangan pahit.

Kau ada di sana, Pangeran Bai, di tengah pusaran pertempuran. Pedangmu, setajam tekadmu, menyambar dan menebas, membelah malam menjadi kepingan-kepingan mimpi buruk. Setiap gerakanmu adalah tarian kematian, setiap tebasan adalah janji kesedihan.

Dulu, di bawah pohon sakura yang bermekaran sempurna, kau pernah berbisik padaku tentang cinta abadi, tentang dunia yang hanya ada kita berdua. Kata-katamu, semanis madu bunga persik, terukir dalam hatiku, menjadi satu-satunya alasan aku bernapas.

Namun, kini, aku hanya bisa menyaksikanmu dari ketinggian, dari jarak yang tak tertembus. Aku, seorang putri terikat sumpah dan takdir, kau, seorang pangeran yang berlumuran darah dan amarah. Jarak itu, sekeras baja, memisahkan kita, memisahkan mimpi dari kenyataan.

Apakah semua ini hanya ilusi? Apakah cinta kita hanya lukisan yang memudar di kanvas waktu? Apakah semua janji itu hanya bisikan angin yang lenyap ditelan malam? Aku meragukan segalanya. Segalanya.

Aku ingat, di perpustakaan kuno istana, aku menemukan sebuah gulungan usang. Di dalamnya tertulis legenda tentang dua jiwa yang ditakdirkan untuk saling mencintai, namun terpisahkan oleh peperangan dan pengkhianatan. Mereka hanya bisa bertemu dalam mimpi, dalam bayangan, dalam fragmen-fragmen waktu yang terfragmentasi.

Saat itu, aku tertawa. Sebuah legenda konyol, pikirku.

Tapi kini…

Aku merasakan sentuhan dingin di pipiku. Air mata? Aku tidak yakin. Atau mungkin hanya embun malam yang jatuh dari atap istana.

Tiba-tiba, aku melihatmu menengadah. Matamu, sekelam malam tanpa bintang, bertemu dengan mataku. Untuk sesaat, waktu berhenti. Di dalam tatapan itu, aku melihat segalanya: cinta, kesedihan, harapan, dan keputusasaan.

Lalu, KEBENARAN menghantamku seperti gelombang pasang.

Pangeran Bai… dia bukanlah Pangeran Bai. Dia adalah reinkarnasi dari kesatria legendaris dari gulungan kuno itu. Dan aku… aku adalah reinkarnasi dari putri yang mencintainya. Kita terperangkap dalam lingkaran waktu, mengulangi tragedi yang sama, selamanya.

Luka itu, kini, terasa jauh lebih dalam.

Angin malam berbisik di telingaku, membawa pesan dari masa lalu.

"...Dia akan selalu menunggumu, di balik tabir waktu..."

You Might Also Like: 129 Perbedaan Sunscreen Mineral Untuk

Post a Comment